CLICK HERE FOR FREE BLOG LAYOUTS, LINK BUTTONS AND MORE! »

Selasa, 10 Juli 2012

Merapi Dalam Memori

Aku hafal benar siklus Merapi sekitar 4 tahunan.
Setiap 4 tahun sekali dia meletus.
Aku masih ingat sewaktu aku duduk di bangku kelas 6 SD, waktu itu Merapi meletus (1998).
Saat itu aku sedang di dalam rumah.
Aku dengar ibu memanggil-manggil aku dari halaman depan.
Aku keluar dan melihat tetangga-tetanggaku sudah berkumpul di depan, dan semua menghadap ke arah utara.
Itulah posisi Gunung Merapi.
Aku mendekati ibu, dan kulihat awan hitam sudah membumbung tinggi dari bibir kawah merapi.
Jelas sekali terlihat karena waktu itu cuaca cerah.
Awan hitam itu sangat pekat dan berbentuk jamur, mirip seperti letusan bom Hiroshima-Nagasaki yang aku lihat di buku sejarah.
Namun tak lama awan letusan itu menyebar, turun, dan menutupi kegagahan Gunung Merapi.

Aku juga menyaksikan letusan Merapi 2001.
Waktu itu aku duduk di bangku kelas 3 SMP.
Ada cerita lucu saat itu.
Jadi pagi itu seperti biasa aku berangkat ke sekolah naik sepeda.
SMP-ku memang melarang murid-muridnya mengendarai sepeda motor ke sekolah karena kami belum memiliki SIM.
Walaupun begitu, ada juga beberapa teman yang mengendarai sepeda motor ke sekolah karena alasan jarak rumahnya jauh.
Salah satu teman yang membawa sepeda motor adalah Wahyu, teman sekelasku.
Waktu itu sesampai di gerbang sekolah, aku merasakan ada benda asing seperti debu yang masuk ke dalam mataku.
Awalnya aku pikir memang debu.
Tapi lama kelamaan debu itu semakin banyak dan semakin perih kalau masuk ke mata.
Ternyata itu hujan debu dari letusan Gunung Merapi.
Bel sekolah pun berbunyi.
Pelajaran pertama waktu itu adalah Bahasa Inggris.
Guru Bahasa Inggrisku bernama Bu Lestari.
Dia terkenal judes dan galak.
Setelah berdoa bersama, pelajaran pun dimulai.
Namun sebelum pelajaran dimulai, Bu Lestari mengawali dengan keluhan karena matanya pedih terkena debu Merapi, sampai mata Bu Lestari terlihat merah sekali.
Lalu tiba-tiba mata merah Bu Lestari tertuju pada satu bangku kosong di ujung kelas.
Itu bangku si Wahyu, temanku yang selalu terlambat masuk.
Ternyata sepeda motor tidak terlalu membantunya untuk menghindari terlambat.
Bu Lestari pun menggerutu melihat bangku Wahyu yang masih kosong, padahal jam sudah menunjukkan pukul 07.20.
Lalu tiba-tiba pintu kelas terbuka pelan.
Nah Wahyu datang!
Seperti biasanya, pasti akan ada adegan Bu Lestari ngomel-ngomel memarahi Wahyu dan menghukumnya berdiri di depan kelas selama mata pelajaran berlangsung.
Tapi ternyata hari ini berbeda!
Wahyu masuk kelas dan tertunduk.
Sepertinya dia sudah pasrah untuk dihukum Bu Lestari.
Namun setelah Wahyu mengangkat wajahnya, seisi ruangan tiba-tiba gaduh.
Semua tertawa.
Tak terkecuali Bu Lestari.
Aku masih ingat betul wajah Wahyu saat itu.
Wajahnya dipenuhi debu Merapi!
Dan lucunya lagi, debu itu membentuk bekas slayer (penutup muka) dan kacamata.
Wahyu memang suka memakai slayer dan kacamata hitam setiap mengendarai motor.
Wajah Wahyu yang hitam membuat debu-debu Merapi itu terlihat jelas membentuk "topeng" di mukanya.
Dan lucunya lagi, Wahyu tidak menyadarinya!
Dia kaget dan terheran-heran melihat seisi ruangan tertawa terbahak-bahak.
Bahkan Bu Lestari yang biasanya marah-marah pun bisa tertawa lepas.
"Letakkan tasmu, lalu cuci mukalah sana...", begitu kata Bu Lestari.
Dan akhirnya hari itu Wahyu tidak diberi hukuman.
Debu Merapi telah menyelamatkan Wahyu dari hukuman.

Tahun 2006 Merapi kembali aktif.
Lava pijar sering keluar dari bibir kawah dan bisa terlihat jelas pada malam hari.
Suara gemuruh terdengar setiap aku terjaga dari tidur di tengah malam.
Itu sekitar pertengahan bulan Mei.
Lalu pada 27 Mei 2006, terjadi gempa tektonik di Jogja yang menelan ribuan korban jiwa.
Gempa itu berpusat di Kali Opak, Pundong, Bantul, Yogyakarta (dekat pantai selatan).
Ada cerita juga saat gempa terjadi.
Waktu itu hari Sabtu, pagi-pagi pukul 05.15 keponakanku (Salma) sudah mandi, rapi, dan cantik.
Waktu itu sekolah TK Salma mengadakan liburan ke Kaliurang.
Status Merapi yang "siaga" tidak membuat pihak sekolah mengurungkan niat untuk liburan ke Kaliurang.
Padahal Kaliurang sendiri terletak di kaki Gunung Merapi.
Salma pun diantar mamanya ke sekolah.
Tak lama setelah Salma berangkat ke sekolah, gempa terjadi.
Cukup besar dan lama.
Keluargaku panik, semua berhamburan keluar rumah.
Tetangga semua keluar.
Aku melihat ke arah Gunung Merapi.
Semua berpikir ini adalah gempa vulkanik dari Gunung Merapi.
Tak lama kendaraan berlalu lalang dan terlihat orang-orang panik menjauh dari Gunung Merapi, menuju ke selatan.
Semua takut terkena wedhus gembel katanya.
Namun tak lama kemudian kendaraan berbalik arah, semua menuju ke utara.
Katanya ada tsunami dari arah pantai selatan di sisi selatan Jogja.
Jadi semua ke utara.
Jalanan kacau, semrawut.
Keluargaku juga sempat kebingungan.
Dan seperti biasa, yang paling panik adalah Ayah.
Ibu terlihat lebih tenang.
Tapi Ayah sudah berkemas-kemas dan menyiapkan kendaraan untuk mengungsi ke Solo, tempat saudara.
Lalu tiba-tiba aku teringat Salma dan mamanya.
Mereka masih di sekolahan.
Di antara orang-orang panik itu, tiba-tiba terlihatlah Salma dan kakak dari kejauhan.
Mereka berjalan kaki pulang.
Jarak sekolahan Salma ke rumah sekitar 500 meter.
Lalu kakak bercerita bahwa di jalan tidak ada satupun orang yang mau mengantarkannya pulang ke rumah.
Semua orang panik dan mencoba menyelamatkan diri mereka sendiri.
Keluargaku pun sudah berkumpul semua.
Tapi sudah kami putuskan untuk tetap tinggal di rumah dan tidak kemana-mana.
Kami yakin wedhus gembel tidak akan sampai ke rumah kami dan tsunami juga tidak akan menerjang rumah kami.
Kami pasrah dan berdoa.
Dan ternyata memang tidak terjadi apa-apa di rumah kami.
Alhamdulillah semua aman.
Walaupun ternyata ribuan nyawa hilang karena gempa dahsyat itu.
Ribuan lainnya terluka dan rumah-rumah mereka hancur.
Aku berdoa untuk mereka semua...

Yang terakhir adalah letusan Merapi 2010.
Oktober 2010...

Waktu itu posisiku sedang berada di Bandung.
Baru saja masuk semester 1.
Aku melihat berita mengenai gempa vulkanik yang terjadi di Gunung Merapi, Jogja.
"Sepertinya memang sudah saatnya meletus", pikirku waktu itu dalam hati.
Benar saja, itu merupakan letusan Merapi terdahsyat yang pernah aku lihat.
Letusan ini banyak menelan korban jiwa, salah satunya adalah Mbah Marijan, juru kunci Gunung Merapi.
Mbah Marijan orang yang sangat ramah dan baik.
Dia tinggal di lereng Merapi dan enggan meninggalkannya hingga ajal menjemputnya di sana.
Mbah Marijan sangat dekat dengan teman-teman pecinta alam.
Rumah Mbah Marijan sering dijadikan tempat singgah dan bermalam bagi para pecinta alam.
Walaupun sudah terkenal karena iklan televisi (Extra Joss), namun Mbah Marijan tidak berubah.
Beliau tetap santun dan ramah.
Bahkan uang hasil membintangi iklan itu beliau sumbangkan untuk pendirian masjid di kampungnya dan untuk perbaikan jalan desa.
Itu cerita yang aku dapatkan dari teman pecinta alam yang dekat dengan sosok Mbah Marijan.
Setelah letusan terbesar, aku bersama teman-teman berinisiatif untuk menyalurkan bantuan secara langsung ke area pengungsian warga.
Waktu itu kami berangkat dengan 3 mobil.
Kami berangkat 7 orang (aku, Mambo, Wewex, Andre, Black, Bani, dan Indra' Simbah).
Kami langsung mendatangi posko logistik para pengungsi Merapi di lereng Gunung Merapi.
Kami memilih mendatangi posko-posko yang terpelosok, karena posko-posko ini lebih jarang mendapatkan bantuan.
Bahkan kami memasuki suatu desa yang sebenarnya masuk kawasan rawan, tidak boleh sembarang orang masuk ke sana kecuali tentara pengaman.
Namun di kawasan itu masih ada penduduk yang tinggal di rumah mereka dan bersikeras tidak mau turun.
Kami diperbolehkan masuk dan kami pun mendatangi warga-warga itu.
Warga desa itu sangat ramah.
Aku tersentuh melihat keluguan mereka.
Begitu mobil kami memasuki desa, semua warga mendatangi dan berterima kasih.
Kemudian kami beserta warga mengangkut bantuan-bantuan berupa makanan, obat-obatan, dan pakaian menuju salah satu rumah warga.
Betapa kamu akan sangat bersyukur dengan keadaanmu saat ini, jika kamu melihat secara langsung keadaan saudara-saudara kita ini.


Beberapa bulan yang lalu ada teman bercerita bahwa Merapi akan meletus lagi, dan lebih hebat lagi.
Dia menambahkan, bahwa akan terbentuk danau besar akibat letusan Merapi yang entah kapan itu..
Pernyataan ini keluar dari mulut seorang anak indigo :)
Seperti apa kebenarannya? Wallahu a'lam bishawab...


Penyaluran bantuan Merapi bersama teman-teman
(Source: ita's personal doc.)

0 komentar:

Posting Komentar